SISTEM SOSIAL


SISTEM SOSIAL






Artikel
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Sosiologi

Disusun oleh:
nama     :   Via Khasanah     
NIM      :   5401415024
prodi     :   Pendidikan Tata Boga
fakultas :   Fakultas Teknik




UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2015
A.    Pengertian Sistem Sosial
Istilah "sistem" berasal dari bahasa Yunani "Systema" yang mempunyai pengertian :
a. Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian.
b. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur.
Jadi, dengan kata lain istilah "systema" itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan. (Sumber: Tatang M. Amirin, Drs.).
Sedangkan pengertian "sistem sosial", menurut Jabal Tarik Ibrahim dalam bukunya Sosiologi pedesaan, adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah orang dan kegiatannya itu berlangsung terus menerus. Dari tiga hal di atas terdapat tiga hal pokok, yaitu :
a.       Dalam setiap "sistem sosial" ada sejumlah orang dan kegiatannya.
b.      Dalam sustu "sistem sosial", orang-orang dan atau kegiatan-kegiatan itu berhubungan secara timbal-balik.
c.       Hubungan yang bersifat timbal-balik dalam suatu "sistem sosial" bersifat konstan.
Dari uraian tadi menunjukkan bahwa "sistem sosial" merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (elemen atau komponen), yaitu :
a. orang dan atau kelompok beserta kegiatannya.
b. hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut.
Sistem sosial merupakan ciptaan dari manusia, dalam hal ini sistem sosial terjadi karena manusia adalah makhluk sosial. Ada beberapa hal yang membuat manusia menciptakan "sistem sosial", antara lain karena :
a.       Manusia mempunyai kebutuhan dasar biologi tertentu seperti pangan, papan, sandang dan  seks.
b.      Untuk memuaskan kebutuhan ini, manusia tergantung pada organisasi-organisasi kemasyarakatan.
c.       Kenyataan di atas menciptakan kebutuhan-kebutuhan lain, yaitu kebutuhan sistem pada diri individu.
d.      Pada akhirnya manusia berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari kebutuhan dirinya.
Sistem sosial mempengaruhi perilaku manusia, karena di dalam suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan "sistem sosial" tersebut. (Sumber: Jabal tarik Ibrahim).
B.     Unsur-Unsur Sistem Sosial
  Menurut Alvin L. Bertrand, unsur-unsur pokok sistem sosial adalah sebagai berikut :
1.      Kepercayaan/keyakinan (pengetahuan).
Setiap sistem sosial mempunyai unsur-unsur kepercayaan/keyakinan-keyakinan tertentu yang dipeluk dan ditaati oleh para warganya. Mungkin juga terdapat aneka ragam keyakinan umum yang dipeluknya di dalam suatu "sistem sosial". Akan tetapi hal itu tidaklah begitu penting. Dalam kenyataannya kepercayaan/keyakinan itu tidak mesti benar. Yang penting, kepercayaan/keyakinan tersebut dianggap benar atau tepat oleh warga yang hidup di dalam sistem sosial yang bersangkutan.
Kepercayaan adalah faktor yang mendasar yang mempengaruhi kesatuan "sistem sosial". Kepercayaan merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak. (Sumber: Soleman B. Taneko, SH).Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kepercayaan, antara lain :
a.       Penampilan atau penampakan atau keatraktifan.
b.      Kompetensi atau kewenangan.
c.       Penguasaan terhadap materi.
d.      Popularitas.
e.       Kepribadian. (Sumber: Kusnadi, Dr. Ir. Ms.)

2.      Perasaan (sentimen).
Faktor dasar yang lain dari sistem sosial adalah perasaan. Perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan sekelilingnya, baik yang bersifat alamiah maupun sosial. (Sumber: Soleman B. Taneko, SH.).
Perasaan sangat membantu menjelaskan pola-pola perilaku yang tidak bisa dijelaskan dengan cara lain. Dalam soal perasaan ini misalnya, dapat menjelaskan tentang sebab seorang ayah akan menghadapi bahaya apapun untuk menyelamatkan anaknya.
Proses elemental yang secara langsung membentuk perasaan adalah komunikasi perasaan. Hasil komunikasi itu lalu membangkitkan perasaan, yang bila sampai pada tingkatan tertentu harus diakui.
3.      Tujuan atau sasaran.
Tujuan atau sasaran dari suatu sistem sosial, paling jelas dapat dilihat dari fungsi sistem-sistem itu sendiri. Misalnya, keturunan merupakan fungsi dari keluarga, pendidikan merupakan fungsi dari lembaga persekolahan dan sebagainya. Tujuan pada dasarnya juga merupakan cita-cita yang harus dicapai melalui proses perubahan atau dengan jalan mempertahankan sesuatu. (Sumber: Soleman B. Taneko, SH).
Tujuan mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
a.                Sebagai pedoman. Tujuan berfungsi sebagai pedoman atau arah terhadap apa yang ingin dicapai oleh suatu sistem sosial. Sebagai pedoman, suatu tujuan harus jelas, realistis, terukur dan memperhatikan dimensi waktu.
b.                Sebagai motivasi. Tujuan organisasi harus dapat memotivasi seluruh anggota yang terlibat dalam suatu sistem sosial untuk ikut berperan serta atau berpartisipasi dalam seluruh kegiatan organisasi. Tujuan harus mencerminkan aspirasi anggota, sehingga organisasi sosial tersebut mendapat dukungan dari seluruh anggota.
c.                Sebagai alat evaluasi. Fungsi ketiga dari tujuan adalah untuk mengevaluasi suatu organisasi sosial. Kalau akan mengevaluasi suatu sistem sosial harus dikaitkan dulu dengan tujuannya. Evaluasi dilakukan untuk melihat keberhasilan suatu sistem sosial. Juga untuk mengantisipasi, apabila ada suatu hambatan tidak akan terlalu berlarut-larut atau akan dapat segera diatasi. Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan setelah kegiatan berlangsung, dengan kata lain evaluasi dilakukan sejak dimulai suatu kegiatan sampai kapanpun. (Sumber: Kusnadi, Dr. Ir. MS.).
4. Norma.
Norma-norma sosial dapat dikatakan merupakan patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu. Norma-norma menggambarkan tata tertib atau aturan-aturan permainan, dengan kata lain, norma memberikan petunjuk standard untuk bertingkah laku dan di dalam menilai tingkah laku. Ketertiban atau keteraturan merupakan unsur-unsur universal di dalam semua kebudayaan. Norma atau kaidah merupakan pedoman untuk bersikap atau berperilaku secara pantas di dalam suatu sistem sosial. Wujudnya termasuk :
a.        Falkways, atau aturan di dalam melakukan usaha yang dibenarkan oleh umum, akan tetapi sebetulnya tidak memiliki status paksaan atau kekerasan.
b.      Mores, atau segala tingkah laku yang menjadi keharusan, dimana setiap orang wajib melakukan, dan
c.       Hukum, di dalamnya menjelaskan dan mewajibkan ditaatinya proses serta mengekang tingkah laku yang berada di luar ruang lingkup mores tersebut.

5.      Kedudukan-peranan
Status dapat didefinisikan sebagai kedudukan di dalam sistem sosial yang tidak tergantung pada para pelaku tersebut, sedang peranan dapat dikatakan sebagai suatu bagian dari status yang terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial.
Semua sistem sosial, di dalamnya mesti terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti misalnya suami-istri, anak laki-laki atau perempuan. Kedudukan atau status seseorang menentukan sifat dan tingkatan kewajiban serta tanggung-jawabnya di dalam masyarakat.
Seorang individu dapat menduduki status tertentu melalui dua macam yang berlainan :
a.       Status yang dapat diperoleh secara otomatis (ascribet statutes).
b.      Status yang didapatkan melalui hasil usaha (achieved statutes). Itu diperoleh setelah seseorang berusaha atau minimal setelah ia menjatuhkan pilihannya terhadap sesuatu.
Di dalam masyarakat :
a.       Sudah ditentukan peranan-peranan sosial yang mesti dimainkan oleh seseorang yang menduduki suatu status, dan
b.      Dapat diramalkan tingkah laku individu-individu di dalam mengikuti pola yang dibenarkan sesuai dengan peranannya masing-masing sewaktu mereka berinteraksi di masyarakatnya.
Karena itu, yang disebut penampilan peranan status (status-role performance) adalah proses penunjukkan atau penampilan dari posisi status dan peranan sebagai unsur-unsur struktural di dalam sistem sosial. Peranan-peranan sosial saling terpadu sedemikian rupa, sehingga saling tunjang menunjang secara timbal-balik hal menyangkut tugas hak dan kewajiban.
6. Kekuasaan (power).
Kekuasaan dalam suatu sistem sosial seringkali dikelompokkan menjadi dua jenis utama, yaitu otoritatif dan non-otoritatif. Kekuasaan otoritatif selalu bersandar pada posisi status, sedangkan non-otoritatif seperti pemaksaan dan kemampuan mempengaruhi orang lain tidaklah implisit dikarenakan posisi-posisi status.
7. Tingkatan atau pangkat.
Tingkat atau pangkat sebagai unsur dari "sistem sosial" dapat dipandang sebagai kepangkatan sosial (social standing). Pangkat tersebut tergantung pada posisi-posisi status dan hubungan-hubungan peranan. Ada kemungkinan ditentukan orang-orang yang mempunyai pangkat bermiripan. Akan tetapi tidak ada satu sistem sosial manapun yang sama orang-orangnya berpangkat sama untuk selama-lamanya.
8. Sanksi (sanction).
Istilah sanksi digunakan oleh sosiolog untuk menyatakan sistem ganjaran atau tindakan (rewards) dan hukuman (punishment) yang berlaku pada suatu "sistem sosial". Ganjaran dan hukuman tersebut ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku mereka supaya sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
9. Sarana (facility).
Secara luas, sarana itu dapat dikatakan semua cara atau jalan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan sistem itu sendiri.
Bukan sifat dari sarana itu yang penting di dalam sistem sosial, tetapi para sosiolog lebih memusatkan perhatiannya pada masalah penggunaan dari sarana-sarana itu sendiri. Penggunaan sarana tersebut dipandang sebagai suatu proses yang erat hubungannya dengan sistem-sistem sosial.
10. Tekanan - tegangan.
Dalam sistem sosial akan terdapat unsur-unsur tekanan-ketegangan dan hal itu mengakibatkan perpecahan (disorganization). Dengan kata lain, tidak ada satupun sistem sosial yang secara seratus persen teratur atau terorganisasikan dengan sempurna.

C.    Sistem Sosial Tradisional Dan Sistem Sosial Modern.
Para agen pembaharu yang modernis maupun ilmuwan yang menganut teori modernisasi dalam pengembangan masyarakat membagi sistem sosial menjadi dua kutub besar, yaitu sistem sosial tradisional dan sistem sosial modern.
Menurut Rogers dan Schoemaker, ciri-ciri sistem sosial tradisional adalah :
a. Kurang berorientasi pada perubahan.
b.Kurang maju dalam teknologi atau masih sederhana.
c.Relatif rendah kemelek-hurupannya (tingkat buta hurup tinggi).
d. Sedikit sekali komunikasi yang dilakukan oleh anggota sistem dengan pihak lain.
e. Kurang mampu menempatkan diri atau melihat dirinya dalam peranan orang lain, terutama peranan orang di luar sistem.
Sebaliknya "sistem sosial" modern menurut Rogers dan Schoemaker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Pada umumnya mempunyai sikap positif terhadap perubahan.
b.      Teknologinya sudah maju dengan sistem pembagian kerja yang kompleks.
c.       Pendidikan dan ilmu pengetahuan dinilai tinggi.
d.      Hubungan sosial lebih bersifat rasional dan bisnis dari pada bersifat emosional.
e.       Pandangannya kosmopolit, karena anggota sistem sering berhubungan dengan orang luar, mudah memasukkan ide baru ke dalam sistem sosial.
f.       Anggota sistem sosial mampu berempati, dapat menghayati peranan orang lain yang betul-betul berbeda dengan dirinya sendiri.




D. Fungsi Sistem Sosial
Menurut ANkie M.M. Hoogvelt, ada 4 fungsi sistem sosial:
1.    Fungsi Adaptation (Adaptasi)
Sistem sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi.
2.    Fungsi Goal Attainment (Pencapaian Tujuan Yang Diharapkan)
Tujuan individu harus menyesuaikan dengan tujuan sosial yang lebih besar agar tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan lingkungan sosial.
3.    Fungsi Integration (Integrasi/Kebersamaan)
Menunjukkan adanya solidaritas sosial dari bagian-bagian yang membentuknya serta berperannya masing-masing unsure tersebut sesuai dengan posisinya. Integrasi hanya bias terwujud jika semua unsure yang membentuk sistem tersebut saling menyesuaikan.
4.    Fungsi Latent Pattern Maintance (Pemeliharaan Pola Latent).

E. Masyarakat Desa Sebagai Sistem Sosial
Menurut Bouman, desa adalah salah satu bentuk dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Di desa, terdapat ikatan-ikatan keluarga yang rapat, taat pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.
Masyarakat desa merupakan sistem sosial yang komprehensif, artinya di dalam masyarakat desa terdapat semua bentuk pengorganisasian atau lembaga-lembaga yang diperlukan untuk kelangsungan hidup atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.
            Di era globalisasi seperti sekarang ini, hanya ada beberapa masyarakat desa yang masih mempertahankan upaya pemenuhan kebutuhan hidup dari dalam masyarakat desa sendiri.
            Dalam masyarakat desa, jumlah kelompok atau kesatuan-kesatuan sosial tidak hanya satu. Oleh karena itu seorang warga masyarakat dapat menjadi anggota berbagai kelompok atau kesatuan sosial yang ada. Misalnya atas dasar kekerabatan, tempat tinggal, agama, politik dan lain-lain. (Sumber: Jabal Tarik Ibrahim).




Share:

No comments:

Post a Comment

Facebook

Labels

Popular

Blog Archive

Tags

Bakery (2) Indonesia (7)
Responsive Ads Here

Recent

Labels

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages