KEKURANGAN GIZI DAN PROTEIN (KEP)


KEKURANGAN GIZI DAN PROTEIN




Makalah
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Gizi Terapan

Disusun oleh:
nama     :   Via Khasanah
NIM      :   5401415024
prodi     :   Pendidikan Tata Boga
fakultas :   Fakultas Teknik






UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

HALAMAN  MOTTO
Ø   “sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah adalah sebaik-baik manusia kepada sahabatnya, dan sebik-baik tetangga adalah orang yang baik terhadap tetangganya” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Ø   “karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-INSYIRAH 5-6)
Ø   Man jadda wa jadda, barang siapa bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkannya
Ø   Bukan tentang hasil, tapi hargailah sebuah proses
Ø   Gunakanlah waktumu sebaik mungkin, karena waktu adalah salah satu syarat menuju ke masa depan yang cemerlang
Ø   Janganlah meremehkan orang lain, sesungguhnya orang lain adalah kamus hidup yang berjalan
Ø   Kebaikan tidak bernilai selama diucapkan, akan tetapi bernilai sesudah dikerjakan
Ø   Lebih baik mencoba tapi gagal, daripada tidak sama sekali mencoba
Ø   Lakukan yang terbaik dan yang terbaik, maka Allah SWT akan memberikan hasil dari upaya kita hari ini
Ø   Berusaha adalah langkah awal meraih mimpi
Ø   Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha



KATA  PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb     
          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini hingga selesai dengan baik.
          Makalah dengan judul “Kekurangan Energi dan Protein”. Bertujuan guna melengkapi tugas Gizi Terapan semester dua ini.
Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami, serta tidak lupa disini kami mohon maaf apabila ada kesalahan baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja  dalam  penulisannya maupun kesalahan pada letak penempatan penyusunan makalah ini.
          Kami menerima segala masukan, saran serta kritikan dari para pembaca dan dosen pembimbing. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat, dapat memberikan pencerahan dan menambah wawasan serta pengetahuan bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Semarang,

Penyusun
 

DAFTAR  ISI
HALAMAN  JUDUL ……...............................................................................        i
HALAMAN  MOTTO ……..............................................................................       ii
KATA  PENGANTAR  …………………………………………….……......       iii
DAFTAR  ISI …………………………………………………………………      iv
BAB  I  PENDAHULUAN ………………………………………...…………      1
A.       Latar Belakang.............. ……………………………………..…...        1
B.       Rumusan Masalah……………………………...………………...        3
C.       Tujuan Penulisan      ……………………………………………...        3
D.       Manfaat Penulisan ……………………………………...………..        4
E.        Sistematika Penulisan   …...……………………………………...        4
BAB  II LANDASAN  TEORI ...…………………......…….…………..........       5           
A.       Pengertian Kekurangan Energi dan Protein...................................        5
B.       Etiologi Kekurangan Energi dan Protein.......................................        6           
C.       Penyebab Kekurangan Energi dan Protein....................................        8
D.       Jenis-jenis Kekurangan Energi dan Protein...................................       10
E.        Klasifikasi Kekurangan Energi dan Protein..................................       12
F.        Penanggulangan masalah Kekurangan Energi dan Protein...........       13
BAB  III    PENUTUP ……………………………………………………….      15
A.    Kesimpulan dan Saran………………………..………………......      15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..........      16




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini tetap aktual  terutama di negara-negara berkembang  seperti halnya Indonesia.Kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan, sehingga kita sering menemukan ketidak mampuan masyarakat dalam hal pengelolaan makanan yang baik sesuai dengan standar gizi kesehatan. Dengan begitu masyarakat mudah terserang penyakit yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan gizi, dan salah satunya adalah Kekurangan Gizi dan Protein.
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP, yaitu : masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan sosial-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KEP di kalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara menyapih. Selain itu, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang.
Tempat tingggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi. Prosedur penyimpanan hasil produksi pasca panen yang buruk mengakibatkan bahan pangan cepat rusak. Bencana alam, perang, atau migrasi paksa telah terbukti mengganggu distribusi pangan.
Penyalahgunaan dana, ketidakberdayaan kaum ibu, penelantaran lansia, kecanduaan alkohol dan obat, pada akhirnya berujung pula sebagai KEP. Selain itu, budaya yang menabukan makanan tertentu (terutama terhadap balita dan serta ibu hamil dan menyusui) dan mengonsumsi bahan bukan pangan akan memicu sekaligus melestarikan KEP.
Komponen biologi yang menjadi latar belakang KEP, antara lain, malnutrisi ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energi dan protein. Seorang ibu yang mengalami KEP  selama kurun waktu tersebut pada gilirannya akan melahirkan bayi berberat badan rendah. Tanpa ketersediaan pangan yang cukup, bayi KEP tersebut tidak akan mampu mengejar ketertinggalannya, baik kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun setelah lahir.
Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit KEP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan nafsu makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah dan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat-zat gizi dalam jumlah besar. Percepatan proses katabolisme meningkatkan kebutuhan sekaligus menambah kehilangan zat-zat gizi.
Kekurangan Energi Protein sesungguhnya berpeluang menyerang siapa saja terutama bayi dan anak yang tengah bertumbuh-kembang. Marasmus sering menyerang bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Jika dialami oleh anak yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena mereka pada umumnya telah pandai “mencari makan” sendiri. Remaja, dewasa muda (utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidak menyusui, memiliki angka prevalensi paling rendah.
Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.

B.     Rumusan Masalah
Supaya terfokus kepada permasalahan dari tema yang dibahas, maka perlu dibuat rumusan masalah. Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini:
Ø  Pengertian Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Etiologi Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Penyebab Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Jenis-jenis Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Klasifikasi Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Penanggulangan masalah Kekurangan Energi dan Protein

C.    Tujuan Penulisan
Makalah  ini dibuat dengan tujuan :
Ø  Mengetahui pengertian Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Mengetahui etiologi Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Mengetahui penyebab Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Mengetahui jenis-jenis Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Mengetahui klasifikasi Kekurangan Energi dan Protein
Ø  Mengetahui cara penanggulangan masalah Kekurangan Energi dan Protein

D.    Manfaat Penulisan
Di dalam makalah ini sangat diharapkan agar ada manfaat yang dapat diambil. Adapun manfaatnya, yaitu penulis berharap agar masalah gizi terutama KEP tidak dianggap hal yang sepele dan bisa mencegahnya agar tidak terjadi.

E.     Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam  makalah ini terdiri dari 3 bab yang bertujuan agar pembaca dapat memahami dan mengerti isi dari laporan ini, yang terdiri dari :
Bab I mengenai pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II  mengenai landasan teori atau  pemaparan tentang .
Bab III mengenai penutup, yang terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.

  BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Kekurangan Energi dan Protein
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS, (DEPKES RI,1997).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energi protein merupakan keadaan  kurang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Sedangkan menurut Jellife (1966) dalam Supariasa, I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor.
KEP merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringan sampai berat.   Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):
·         KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS.
·         Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).
·         KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman (2000).
·         KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain.
·         Almatsier (2004) mengatakan KEP adalah sindroma gabungan antara dua jenis kekurangan energi dan protein, dimana sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.
Beberapa tipe Kurang Energi Protein (KEP) dapat disebutkan, bahwa KEP atau gizi buruk pada tingkat ringan atau sedang, belum menunjukkan gejala sakit. Masih seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus. Sedangkan bagi KEP yang tingkat berat yang disertai dengan gejala klinis disebut marasmus atau kwashiorkor, di masyarakat lebih dikenal sebagai “busung lapar”.
Jika kondisi KEP cukup berat dikenal dengan istilah marasmus dan kwashiorkor, masing-­masing dengan gejala yang khas, dengan kwashiorkor dan marasmik ditengah-tengahnya. Pada semua derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipenya. Klasifikasi KEP digunakan untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah dengan melihat derajat beratnya KEP, hingga dapat ditentukan persentase gizi kurang dan berat di daerah tersebut (Pudjiadi, 2005).

B.     Etiologi Kekurangan Energi dan Protein
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Selain itu, KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa faktor yang bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain. Peran diet menurut konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu diet yang mengandung cukup energi, tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan konsep yang kedua adalah diet kurang energi walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan menyebabkan marasmus. Peran faktor sosial, seperti pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan agama, maka akan sulit untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi.
KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh seorang anak, antara lain ditentukan oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung, yaitu:
a)      zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan
b)      daya beli keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan makanan dan pengeluaran keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan
c)      kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan, ada atau tidaknya pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan
d)     fenomena sosial dan keadaan lingkungan
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu marasmus juga disebabkan karena pemberian makanan tambahan yang tidak terpelihara kebersihannya serta susu buatan yang terlalu encer dan jumlahnya tidak mencukupi karena keterbatasan biaya, sehingga kandungan protein dan kalori pada makanan anak menjadi rendah. Keadaan perumahan dan lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat dan kurang bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi terutama saluran pencernaan. Pada keadaan lingkungan yang kurang sehat, dapat terjadi infeksi yang berulang sehingga menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan zat-zat gizi sehingga anak menjadi kurus serta turun berat badannya.
Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan ASI dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan  makan seperti anggota keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein. Kebiasaan makan yang kurang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-anak dilarang makan ikan dan memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi anggota keluarga laki-laki yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor. Selain itu tingkat pendidikan orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan terjadinya kwashiorkor karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah.
C.    Penyebab KEP
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah   kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehingga tidak perlu dibeli. Namun  tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan makanan yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.
D.    Jenis-jenis KEP
1.      Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein. Umumnya keadaan ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang sering terjadi di negara berkembang atau pada daerah yang mengalami embargo politik. Daerah yang sangat terpencil juga merupakan salah satu faktor terjadinya kondisi kwashiorkor.
Individu yang mengalami kwashiorkor dapat mengalami berbagai macam manifestasi atau gejala antara lain: penurunan berat badan, penurunan massa otot, diare, lemah lesu, perut buncit, bengkak pada tungkai, perubahan warna rambut, dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui protein berfungsi dalam pembentukan enzim-enzim penting dalam tubuh. Kurangnya protein mengakibatkan kurangnya enzim tersebut. Pada anak kecil seringkali terjadi intoleransi laktosa akibat enzim pencernaan yang kurang dan hal ini mengakibatkan terjadinya diare pada anak-anak kurang energi protein.
Pada individu yang mengalami keadaan ini, pemberian makanan haruslah dilakukan.secara bertahap. Zat makanan pertama yang perlu diberikan adalah karbohidrat karena karbohidrat merupakan sumber utama pembentukan energi oleh tubuh. Setelah itu barulah lemak dan protein diberikan. Penatalaksanaan yang baik akan menyelamatkan nyawa anak tersebut namun efek gangguan perkembangan anak yang telah terjadi belum tentu akan pulih dan umumnya akan menetap. Keadaan kwashiorkor merupakan suatu keadaan bahaya yang dapat menyebabkan kematian.Oleh karena itu usaha promotif dan preventif adalah yang utama.
Pencegahan agar anak terhindar dari kwashiorkor adalah cukup mudah, tidak perlu ada obat-obatan yang wajib dikonsumsi. Pemberian makanan dengan komposisi yang baik sudah dapat “menjamin” bahwa anak tersebut tidak akan jatuh ke keadaan kwashiorkor. Karbohidrat harus merupakan sumber energi yang utama selain lemak (10% asupan), dan protein (12%). 
2.      Marasmus
Kekurangan energi marasmus merupakan suatu keadaan kekurangan energiprotein akibat rendahnya asupan karbohidrat. Keadaan ini seringkali ditemukan dan angka kejadiannya mencapai 49% pada kurang lebih 10 juta anak di bawah 5 tahun yang mengalami kematian di negara berkembang, sedangkan di negara maju angka kejadiannya tidak begitu tinggi.
Adanya kondisi fisik yang tidak baik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kekurangan karbohidrat pada anak-anak. Kondisi fisik tersebut antara lain adalah penyakit jantung bawaan, retardasi mental, penyakit kanker, infeksi kronis, keadaan yang mengharuskan anak dirawat lama di rumah sakit. Anak akan tampak lesu dan tidak bersemangat, diare kronis, berat badan tidak bertambah.
Pemeriksaan untuk mengetahui apakah anak menderita marasmus dapat dilakukan melalui pengukuran tebal lipat lemak pada lengan atas, perut. Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan karena rata-rata anak berusia di bawah 5 tahun memiliki tebal lipat lemak pada lengan atas yang tidak jauh berbeda.
Penelitian di Nigeria menunjukkan hal yang menarik dimana kadar kolesterol anak yang menderita marasmus lebih tinggi daripada anak yang menderita kwashiorkor. Alasan mengapa hal ini dapat terjadi masih belum dapat dijelaskan dengan baik.
Kekurangan energi protein pada anak-anak merupakan suatu keadaan bahaya yang perlu dilakukan tindakan segera. Kekurangan energi protein ini mengakibatkan perubahan komposisi tubuh, perubahan anatomi dan metabolisme tubuh yang bisa permanen jika tidak ditangani dengan segera.

3.      Marasmus kwashiorkor
Pada kekurangan energi marasmus kwashiorkor terdapat kekurangan energi kalori maupun protein. Mengapa ada anak yang jatuh ke dalam keadaan kwashiorkor, marasmus, atau marasmus kwashiorkor masih belum jelas dan masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Namun semua bentuk kekurangan energi protein pada anak-anak  ini disebabkan oleh asupan makanan bergizi yang tidak adekuat atau adanya kondisi fisik tubuh yang mengakibatkan makanan yang dikonsumsi tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh selain adanya keadaan metabolisme yang meningkat yang disebabkan mungkin oleh penyakit kronis atau penyakit keganasan.

E.     Klasifikasi KEP
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku Median WHO – NCHS.
1.    KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning
2.    KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah ( BGM ).
3.    KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku median WHO-NCHS.
a.    Keuntungan penggunaan baku WHO-NCHS adalah dapat terhindar dari kekeliruan interpretasi karean baku WHO-NCHS sudah dapt membedakn jenis kelamin dan lebih memperhatikan keadaan masa lampau. Kelemahannya adalah apabila umur tidak diketahui dengan pasti maka akan sulit digunakan, kecuali untuk indeks BB/TB.
b.    Untuk menentukan  klasifikasi status gizi digunakan  Z-score(simpang baku) sebagai batas ambang. Kategori dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau BB/TB dibagi  menjadi 3 golongan dengan batas ambang sebagai berikut:
a.    Indeks BB/U
1.    Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2SD
2.    Gizi lebih, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
3.    Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
4.    Gizi buruk, bila Z-score terletak > -3SD
b.    Indeks TB/U
1.      Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
2.      Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
c.    Indeks BB/TB
1.      Gemuk, bila Z-score terletak < -3SD
2.      Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
3.      Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
4.      Kurus sekali, bila Z-score terletak > -3SD
(sumber: WNPG VII, 2000)
Pertimbangan dalam menetapkan Cutt Off Point gizi didasarkan pada asumsi resiko kesehatan:
a.    Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk menderita masalah kesehatan.
b.    Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki resiko cukup tinggi untuk menderita masalah kesehtan.
c.    Di bawah -3SD ata di atas +2SD memiliki resiko tinggi untuk memderita masalah kesehatan.

F.     Penanggulangan KEP
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi :
1. Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri.
2. Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.


Adapun penanggulangan lainnya pada penderita KEP yaitu :
1.    Jangka pendek
a.    Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di posyandu
b.    Rujukan kasus KEP dengan komplokasi pengakit di RSU
c.    Pemberian ASI Eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
d.    Pemberian kapsul vitamin A
e.    Pemberian makanan tambahan (PMP)
f.     Pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan
g.   Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia 6 12  bulan
h.    Promosi makanan sehat dan bergizi
2.    Jangkah menengah
a.    Revitalisasi Posyandu
b.    Revitalisasi Puskesmas
c.    Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
3.    Jangkah panjang
a.    Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
b.    Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan ketahanan pangan.
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein ( KEP ) juga dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan protein. Secara umun dikenal dua jenis protein yaitu protein yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang (Elly Nurachmah, 2001:15).
Protein kacang-kacangan mempunyai nilai gizi lebih rendah dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein hewani). Namun, kalau beberapa jenis protein nabati dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat, dapat dihasilkan campuran yang mempunyai nilai kualitas protein lengkap. Selain itu, sumber protein nabati juga lebih murah harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli sebagian masyarakat (Achmad Djaeni, 1999:120). Sehingga ketika harga sumber protein terjangkau, maka permasalahan KEP akan lebih terminimalisir.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan dan Saran
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS.
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.






DAFTAR PUSTAKA




Share:

No comments:

Post a Comment

Facebook

Labels

Popular

Blog Archive

Tags

Bakery (2) Indonesia (7)
Responsive Ads Here

Recent

Labels

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages